Sunday, November 4, 2018

Seminar Sehari yang di selenggarakan oleh AIDA (Aliansi Indonesia DAmai)



Aliansi Indonesia Damai atau yang lebih dikenal dengan AIDA mengadakan sebuah seminar sehari pada Hari Kamis, 1 November 2018. Seminar tersebut diadakan di Universitas Negeri Jakarta, lebih tepatnya di Gedung Ki Hajar Dewantara Lt.9. Acara tersebut berjudul “Beajar dari Rekonsiliasi Korban dan Mantan Pelaku Terorisme”.
Acara seminar ini dilaksanakan pukul 08.00 – 12.00 WIB. Dilaksanakan oleh AIDA bekerja sama dengan BEM Prodi Pendidikan Agama Islam. Di Moderatori oleh Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam yaitu Bapak Dr. Abdul Fadhil, M.A. Keynote Spech nya adalah Bapak Imam B. Prasodjo selaku  Sosiolog Universitas Indonesia.
Narasumber yang diundang pada acara ini adalah Hasibullah Satrawi selaku Direktur AIDA, kemudian ada Dr. Ramdhoni, M.Pd selaku Dosen Fakultas Ilmu Sosial UNJ, dan narasumber utama nya adalah Bapak Ali Fauzi, Mantan pelaku terorisme, dan Ni Luh Erniati yaitu Keluarga Korban Bom Terorisme di Bali.
Bapak Ali Fauzi sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman sebagai teroris, membagikan ceritanya mengenai kenapa beliau saat itu bisa menjadi teroris, bagaimana hidupnya selama menjadi teroris, dll. Pak Ali pun menceritakan berbagai kejadian saat beliau bagian tubuhnya terkena bom, sampai bagian tubuhnya itu keluar, dan bagaimana beliau melakukan pertolongan pertama untuk dirinya sendiri. Ternyata para teroris itu diajarkan cara cara bermiliter dan juga cara untuk merakit bom.
Hidup yang di alami para teroris pun sangat berat. Tidak ada kedamaian didalam dirinya. sampai akhirnya tertangkap polisi, dari situ Pak Ali mulai sadar akan kesalahannya. Berawal pada saat beliau sakit dan diantarkan oleh polisi untuk berobat dan dirawat oleh polisi tersebut, bermula dari situ Pak Ali pun sadar bahwa masa iya orang yang baik begini adalahj orang yang pantas dimusuhi. Sampai akhirnya Pak Ali dipindah kan ke Indonesia dan dipertemukan oleh orang – orang yang terkena bom. Pak Ali pun semakin sadar akan kesalahan nya dahulu.
Dan dikarenakan beberapa faktor lainnya, akhirnya Pak Ali Fauzi pun bertaubat. Dia sudah tidak menjadi teroris lagi dan bergabung dengan Aliansi Indonesia Damai. Pak Ali pun sekarang sedang melanjutkan kuliah S3 nya. Beliau pun sudah mengakui dirinya cinta NKRI. Dan sekarang beliau sering menjadi pembicara di seminar untuk membagi pengalaman hidupnya.
Kemudian kita akan membahas Narasumber yang merupakan keluarga korban Bom Bali pada tahun 2002. Ibu Ni Luh Erniati merupakan seorang istri yang suaminya meninggal terkena Bom Bali. Kehidupan Ibu Erniati sangat berubah drastis semenjak kejadian tersebut. Dikarenakan Bu erniati hanyalah seorang ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan tidak mempunyai keahlian khusus, dan hanya bergantung dari penghasilan suaminya.
Pada saat kejadian Bom Bali, suami ibu Erniati sedang bekerja, kebetulan tempat bekerja suaminya itulah yang dibom oleh para Teroris. Ibu Erniati pada saat itu masih berharap agar suaminya pulang, ibu Erniati mengharapkan bahwa suaminya pada saat itu bisa berlindung melarikan diri. Sampai berbulan bulan lamanya, DNA sang suami pun ditemukan dan dinyatakan sebagai salah satu korban Bom Bali.
Kesedihan yang dirasakan oleh Ibu Erniati beserta dua anaknya sangat tidak terbendung. Dan Ibu Erniati pun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguatkan dirinya sendiri. Sampai akhirnya Ibu Erniati membuka usaha jahit bersama dengan para istri – istri yang suami nya meninggal pada saat Bom Bali. Namun, anak kedua Ibu Erniati yang dahulu baru berumur 1,5 tahun pada saat umurnya 9 tahun kembali menanyakan keberadaan ayahnya, hal itu seperti membuka luka lama ibu Ernati. Dan akhirnya anak ibu Ernati baru diberikann pengertian bahwa ayahnya sudah meninggal pada saat kejadian Bom Bali.
Kemudian Ibu Ernati diminta untuk bergabung dengan Aliansi Indonesia Damai. Disitulah Ibu Ni Luh Ernati selaku Korban kejadian Bom Bali, bertemu dengan Bapak Ali Fauzi yaitu Mantan pelaku Terorisme yang juga salah satu penyebab kejadian tersebut. Ibu Ernati pun belajar menerima akan semua kejadian yang telah lalu. Dan tidak bisa menyalahkan bapak Ali Fauzi dikarenakan Ibu Ernati pun mengerti bahwa Pak Ali sudah melalui proses  yang panjang sampai bisa bergabung di Aliansi Indonesia Damai ini.
Saat ini Pak Ali Fauzi dan Ibu Ni Luh Ernati sudah berdamai dengan masa lalunya. Sekarang mereka berdua sudah bisa berteman satu sama lain dan sering menjadi pembicara didalam satu acara. Hikmah dibalik cerita tersebut adalah setiap cobaan pasti akan ada hikmahnya, yaitu hal – hal baik yang akan terjadi setelah kejadian tersebut. Dan janganlah kita menilai orang hanya dari masa lalunya, karena setiap orang pasti akan berubah dan orang tersebut membutuhkan waktu yang sangat panjang dan proses yang cukup panjang dalam merubah hidupnya menjadi lebih baik.

Monday, October 29, 2018

Perjalanan Majelis Ta'lim Banat Ummul Batul


Majelis Ta’llim Banat Ummul Batul, pimpinan ustadzah Aisyah binti Farid bin Syekh Abu Bakar bin Salim. Di dirikan pada minggu ke-tiga bulan Februari 2017 yang bertepatan tanggal 19 Februari 2016. Pada hari itu majelis ta’lim tersebut dibuka dengan pembacaan maulid Adh – dhiya ullami’ dan kajian ilmu yang diberikan oleh Ustadzah Aisyah sendiri, dengan rujukan Kitab Ta’lim Muta’allim.
Majelis tersebut adalah majelis yang ditujukan untuk remaja putri. Tetapi untuk kaum ibu yang ingin hadirpun dipersilahkan. Dan tepat dihari pertama pembukaan majelis tersebut, diadakanlah latihan Hadroh untuk majelis banat ummul batul itu sendiri. Antusias para remaja yang hadir sangat besar,hampir setengah dari jama’ah putri yang hadir lanjut untuk mengikuti latihan hadroh tersebut.
Seiring berjalannya waktu, ustadzah Aisyah meminta untuk didirikannya TPA (Taman Pendidikan Al – Qur’an) Ummul batul yang pengajarnya diambil dari tim hadroh banat ummul batul. Demi mewujudkan keinginan dari guru tercinta, akhirnya didirikanlah TPA Banat Ummul Batul pada tanggal 16 Oktober 2017. Dan pada saat itu guru pertama nya adalah Cholilah, guru TPA sekaligus vokalis di Tim Hadroh banat Ummul Batul.
Antusias warga disekitar sangat besar tentang adanya TPA tersebut. Murid di TPA setiap harinya selalu bertambah dan bertambah, hanya di 3 bulan pertama saja jumlah anak murid disana sampai 50 orang. Dan pada akhirnya Cholilah dibantu oleh rekan dalam tim hadroh banat ummul batul yaitu Nabila. Murid di TPA pun semakin lama semakin banyak, sampai pada saat ini jumlah murid di TPA Banat Ummul Batul kira – kira 150an orang.
Mengenai Tim Hadroh Banat Ummul Batul, yang dinamakan sebuah tim, pasti akan ada pasang surutnya. Akan ada seleksi alam tersendiri disana. Dari banyaknya anggota diawal, lambat laun anggota tim hadroh tersebut semakin berkurang, sampai terbentuklah tim inti yang tersisa pada saat ini.
Dikarenakan anggota tim hadroh masih banyak yang sekolah, kuliah dan bekerja, membuat tim hadroh ini berkembang cukup lama. Karena kesibukan masing masing anggota yang menyebabkan kurangnya latihan dalam tim ini. Dan berkat nama Ustadzah Aisyah sebagai pimpinan majelis dan tim hadroh kami, banyak orang dari luar yang mulai mengundang tim hadroh banat ummul batul untuk mengisi di acara yang mereka adakan.
Ustadzah Aisyah pun dalam satu bulan mengisi kajian ilmu di 32 (tiga puluh dua) majelis rutin yang diakan rutin setiap bulannya. Dikarenakan hal tersebut, tim hadroh banat ummul batul pun turut andil dalam beberapa majelis yang di isi oleh Ustadzah Aisyah BSA.
Pengenalan awal mengenai Majelis Ta’lim Banat Ummul Batul, TPA Ummul Batul, Tim Hadroh Banat Ummul Batul, maupun tentang Ustadzah Aisyah BSA mungkin saat ini saya sudahi sampai disini. Dilain waktu saya akan lebih menjelaskan lebih detail mengenai ke-empat topik tersebut.

Wednesday, October 3, 2018

Diskusi Ilmiah MAHYA – UNJ, Moderasi Islam dalam Thariqah Alawiyah



Jakarta, Selasa 2 Oktobebr 2018  -  Majelis hikmah alawiyah bekerja sama dengan Prodi Pendidikan Agama Islam, Universitas Negeri Jakarta, menyelenggarakan sebuah acara Diskusi Ilmiah yang mengangkat tema “Moderasi Islam dalam Thariqah Alawiyah”. Acara terebut diselenggarakan di Gedung Ki Hajar Dewantara – lantai 9 Universitas Negeri Jakarta, dilaksanakan pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.00.

Acara Diskusi Ilmiah ini dibuka pada Pukul 10.00 oleh Duta Fakultas Ilmu Sosial sebagai Master of Ceremony. Kemudian pukul 10.04 dilaksanakan pelantunan lagu Indonesia Raya, yang di nyanyikan oleh semua orang yang berada di sana, pembacaan tilawah oleh salah satu Mahasiswa prodi PAI (Pendidikan Agama Islam) yaitu Ridwan Arifin Shoheh pada pukul 10.07.

Pembacaan Tilawah Al - qur'an

Pada pukul 10.13, acara dilanjutkan dengan Sambutan dari Wakil Dekan 1, Dr. Umasih, M.Hum. beliau mewakili bapak kepada dekan yaitu bapak Muhammad Zid. Setelah sambutan, perwakila dari hikmah majelis alawiyah meminta waktu untuk menjelaskan apa itu hikmah majelis alawiyah dan juga menampilkan video profile nya.

Pukul 10.35, K.H Rusydi sebagai moderator bersama dengan bapak Dr. Abdul Fadil sebagai pembicara materi pertama mulai manaiki panggung. Bapak Dr. Andul Fadil menjelaskan materi tentang “Moderasi Islam di Indonesia, Akar Sejarah, Pengalaman, dan Tantangan Kekinian”. Dimateri ini pembicara menjelaskan tentang sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang awal mula nya berasal dari bangsa Arab khususnya Hadramaut, dikarenakan dulu masyarakat Arab sudah lama menetap di Indonesia dan menyebarkan Agama Islam, lalu mereka kembali ke Hadramaut untuk mengembangkan budaya Indonesia di Hadramaut.

Setelah para ulama dari Hadramaut kembali ke Indonesia, mulai terjadi penyebaran Agama Islam besar – besaran khususnya cara yang paling berpengaruh adalah melalui akulturasi budaya. Budaya – budaya peninggalan nenek moyang terdahuolu, di akulturasi di masukan nilai – nilai ajaran Islam dan cara tersebut sangat amat kreatif. Sehingga pada saat ini, banyak tradisi – tadisi didaerah yang sangat Islami, dikarenakan para ulama terdahulu paham betul bagaimana cara mengumpulkan masyarakat, dan mengenalkan Islam secara efektif.

Materi Pertama

Pemaparan Materi pun selesai, dan dibukalah sesi tanya jawab. Ada seseorang mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa arab yang bertanya mengenai tradisi tahlilan yang dikatakan merupakan tradisi dari akulturasi budaya Agama Hindu terdahalu. Namun hal tersebut dijawab oleh Dr. Abdul Fadil dengan singkat dan jelas, bahwasanya kita harus memahami apa itu tahlilan, tahlil itu kan kalimat “Laa ilaha illallah” dimanapun banyak orang yang melakukan tahlilan, yang menjadi pembeda hanyalah adat nya saja.

Kemudian datanglah pembicara lainnya yaitu para Habaib yang diundang oleh hikmah majelis alawiyah. Yang pertama yaitu pembicara Materi Kedua Habib Alwi bin Ahmad bin Syihabuddin, dan yang kedua yaitu pembiacara Materi Ketiga yang merupakan pengganti dari pembicara utama kita diacara tersebut yaitu Habib Alwi Bin Abdullah Alaydrus, karena pada mulanya pembicara di materi ini adalah Syaikh Sami bin Jamaal Al Kuhaali yang berasal langsung dari Hadtamaut.

Para Pemateri acara Diskusi Ilmiah

Materi kedua pukul 11.00, Habib Alwi bin Ahmad bin Syihabuddin menjelaskan lebih detail mengenai Thariqah Alawiyah. Dikatakan bahwasanya ada lima perkara yang merupakan sifat dari thariqah alawiyah, jika ada orang yang memiliki lima perkara tersebut mereka sudah termasuk dalam Thariqah Alawiyah sadar ataupun tidaknya oeang tersebut. Lima perkara ini adalah Ilmu, Amal, Ikhlas, Khauf, dan Waro. Dikatakan bahwasanya jika Allah mencintai seorang hamba, maka akan dikenalkan hamba tersebut dengan ilmu. Jika orang memiliki ilmu, maka orang tersebut tidak akan menjadi ekstrim. Kemudian dikaitkan oleh amal, ilmu yang dipelajari tidak akan berguna tanpa adanya amal. Karena hasil dari ilmu seseorang adalah saat dia mengerjakan atau meninggalkan ilmu tersebut.

Perkara yang ketiga adalah khauf, yaitu rasa takut kepada Allah. Jika seseorang sudah memiliki sifat khauf, orang tersebut akan lebih menjalankan ibadahnya dengan benar dan meninggalkan hal – hal yang dilarang dikarenakan takut kepada Allah. Sifat khauf ini pun menghantarkan seseorang kepada perkara yang terakhir yaitu waro. Waro itu adalah kehati – hatian akan perkara yang halal dikawatirkan dapat menjadi haram. Sehingga hal – hal yang halal tersebut jika kita khawatir akan menjadi haram, kita meninggalkannya karena sifat waro.

Dilanjutkan oleh pemateri ketiga yaitu Habib Alwi bin Abdullah Alaydrus pada pukul 11.30, pemateri berkata bahwa pada saat ini kita mulai bingung harus belajar dimana dan kepada siapa. Nabi Muhammad SAW dulu sudah pernah mewanti – wanti akan hal tersebut, dan jawabannya adalah satu jalan yang berada ditengah. Thariqah alawiyah ini berjalan ditengah, mengikuti orang – orang terdahulu, orang – orang yang menjauh dari fitnah, dan sangat menjaga diri dari bahaya fitnah. Mereka ini mengucapkan sesuatu dengan benar dan tidak memecah belah. Dan merekapun berusaha untuk menyatukan orang – orang yang masih berucap “Laa ilaha illallah”.

Pada saat ini pun sudah banyak orang yang keluar dari madrsah, dikarenakan adanya kelemahan orang – orang yang mendidik. Saat ini banyak disusupi pemikiran – pemikiran barat dalam pengajaran agama. Sehingga membuat islam saat ini ternodai dengan muslim itu sendiri dengan orang – orang garis keras. Hal ini membuat orang kafir memanfaatkan hal tersebut, mereka merangkul orang – orang garis keras ini agar menodai agama islam. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Karena kini umat islam sudah kurang minatnya dalam membaca. Kita ini adalah umat yang diperintahkan untuk membaca, tetapi kita sendiri yang sudah meninggalkan hal tersebut. Padahal jika kita rajin membaca, maka kita akan tau apa yang dikatakan Rasulullah pada zaman dahulu, yang akan membuat kita pada saat ini tidak akan menodai islam.

Pada dasarnya Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan, maupun perdebatan, karena Islam hanya mengajarkan kita untuk saling mencintai. Nabi melarang kita untuk melakukan perdebatan, karena agama islam itu luas, janganlah kita mempersempit hal yang luas itu hanya dengan apa yang ada di akalmu saja. Dan tidak ada paksaan sedikitpun didalam agama ini. Jika agama kita saja seperti itu, mengapa kita harus memaksakan pendapat kita sendiri? Letakkanlah pendapatmu dan hargailah pendapat orang lain, karena hal tersebut lebih baik.

Setelah selesainya materi yang disampaikan oleh ketiga pembicara, kemudian ditutup oleh moderator K.H Rusydi. Acara selanjutnya adalah penyerahan plakat yang diberikan oleh Dr. Andy Hadiyanto kepada para pembicara.

Pemberian Palakat kepada Habib Alwi bin Ahmad Syihabuddin

Pemberian Plakat kepada Habib Alwi bin Abdullah Alaydrus

Pemberian Plakat kepada Dr. Abdul Fadil

Foto bersama para pembicara

Setelah pembagian plakat sudah diberikan, maka selesai pula acara tersebut pada hari ini. Duta Fakultas Ilmu Sosial sebagai Master of Ceremony pun kembali untuk menutup acara tersebut dan membubarkan para peserta.